Kamis, 06 Maret 2025

SEKOLAH ADIWIYATA




SMP NEGERI 3 GRABAG


Visi SMP Negeri 3 Grabag Kabupaten Magelang :


“Terwujudnya insan yang berakhlak mulia, berbudaya,

 dan berwawasan global menuju Profil Pelajar Pancasila” 



SMP Negeri 3 Grabag kab. Magelang bersiap untuk menuju Sekolah Adiwiyata 2025, Lantas apa itu Adiwiyata itu?

Sekolah Adiwiyata adalah jenis sekolah yang mengutamakan kepedulian dan berbudaya terhadap lingkungan. Programnya ada banyak, mulai dari menciptakan tempat belajar yang baik, ikut membantu melestarikan lingkungan, hingga bertanggung jawab untuk menyelamatkan lingkungan hidup. Salah satu kegiatan sekolah Adiwiyata adalah membersihkan lingkungan

Secara umum, sekolah adalah tempat anak-anak belajar tentang bahasa, sosial, hingga sains.  Namun, tahukah Anda kalau sekolah yang fokus mendidik anak untuk peduli terhadap lingkungannya? Jenis sekolah ini dikenal sebagai green school atau sekolah Adiwiyata.

Dengan dibentuknya Program Sekolah Adiwiyata, diharapkan setiap warga sekolah turut andil dalam kegiatan sekolah menuju lingkungan yang sehat supaya terhindar dari dampak lingkungan yang negatif.

 

1.    Apa itu Adiwiyata?

Adiwiyata berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni “adi” yang berarti besar, agung, baik, ideal atau sempurna. Sedangkan “wiyata” adalah tempat di mana seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan, norma, dan etika.

Sementara itu, pengertian sekolah Adiwiyata adalah sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan, serta memiliki program nyata untuk mengintegrasikan pelestarian lingkungan dalam kegiatan belajar-mengajar.

Sekolah Adiwiyata Nasional diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2013. Di sana disebutkan bahwa sekolah ini bisa berbentuk sekolah tingkat dasar, menengah pertama, atau menengah atas dan sederajat, baik sekolah negeri yang dikelola pemerintah maupun swasta yang telah terakreditasi.

Tujuan didirikannya sekolah Adiwiyata adalah mewujudkan masyarakat sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan dengan tiga cara, yaitu:

    • Menciptakan tempat belajar yang lebih baik untuk meningkatkan mutu murid, guru, wali murid, hingga masyarakat sekitar, sekaligus melestarikan lingkungan hidup.
    • Ikut membantu melestarikan lingkungan hidup demi keberlangsungan generasi yang akan datang.
    • Warga sekolah bertanggung jawab dalam menyelamatkan lingkungan hidup yang berkelanjutan.

Salah satu ciri-ciri sekolah Adiwiyata adalah adanya taman. Taman sekolah Adiwiyata sering kali ditumbuhi oleh tanaman berwarna-warni untuk mempercantik dan memperindah lingkungan sekolah.

Dengan keberadaan taman ini, murid dan guru diharapkan bisa lebih merasa nyaman selama proses belajar dan mengajar.

Lalu, bagaimana dengan kurikulum yang diterapkan di sekolah Adiwiyata ini? Apa bedanya sekolah ini dengan sekolah lain yang tidak berlabel green school? 

2. Prinsip dasar penyusunan kurikulum sekolah Adiwiyata

Sekolah Adiwiyata atau green school adalah tempat belajar yang ingin para siswanya memiliki karakter peduli lingkungan bahkan setelah lulus dari sana.

Oleh karena itu, sekolah ini mengintegrasikan tiga prinsip dasar dalam penentuan kurikulumnya, yakni edukatif, partisipatif, dan berkelanjutan.

Edukatif berarti pendidikan lingkungan melalui berbagai pembiasaan hidup berdampingan dengan alam, seperti memelihara dan mengelola lingkungan itu sendiri. Hal ini diharapkan dapat mengubah pola pikir dan perilaku warga sekolah menjadi manusia-manusia yang peduli lingkungan, menjadikan warga yang cinta lingkungan, baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat.

Partisipatif adalah melaksanakan program sekolah ramah lingkungan ini secara komprehensif, mulai dari pihak pemerintah sampai masyarakat. Oleh karena itu, sekolah bisa menyusun kegiatan yang berhubungan dengan program Adiwiyata ini berdasarkan kesepakatan dengan orangtua murid maupun warga sekitar.

Berkelanjutan memiliki arti bahwa program sekolah Adiwiyata dapat dilakukan terus-menerus hingga tujuannya tercapai. Secara umum, tujuan sekolah Adiwiyata adalah menimbulkan kesadaran semua pihak tentang peduli lingkungan.

3.    Tujuan sekolah Adiwiyata dan manfaatnya 

Beberapa tujuan Sekolah Adiwiyata yang perlu, di antaranya:

    • Mewujudkan masyarakat sekolah yang lebih peduli dan berbudaya dalam lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan kondisi sekolah yang lebih baik lagi untuk menjadi wadah pembelajaran. Selain itu, sekolah Adiwiyata bertujuan untuk membuat warga sekolah lebih sadar akan lingkungan sekitarnya demi terciptanya upaya pelestarian lingkungan.
    • Mendorong dan mendukung sekolah untuk melestarikan lingkungan hidup dalam pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan demi kepentingan generasi yang akan datang.
    • Program sekolah Adiwiyata juga bertujuan untuk mengembangkan norma dasar, seperti kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian lingkungan hidup serta sumber daya alam.
    • Menerapkan prinsip dasar, di antaranya partisipatif di mana sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sesuai tanggung jawab serta peran.
    • Meningkatkan efisiensi penggunaan dana operasional sekolah melalui penghematan dan juga pengurangan konsumsi dari berbagai sumber daya serta energi.

Tujuan sekolah Adiwiyata lainnya adalah meningkatkan upaya untuk melindungi serta mengelola lingkungan hidup melalui kegiatan pengendalian pencemaran, kerusakan, serta pelestarian fungsi lingkungan di sekolah.

4.    Program dan kurikulum di sekolah Adiwiyata

Secara umum, kurikulum pembelajaran pada sekolah Adiwiyata adalah sama dengan mayoritas sekolah lain sesuai jenjang pendidikannya. Hanya saja, green school ini memiliki beberapa program spesifik yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan, seperti:

    • Penjadwalan piket kelas harian.
    • Program jumat bersih, yaitu melakukan kegiatan pelestarian lingkungan sekolah, seperti membersihkan selokan di sekolah, memelihara taman, menanam bibit sayur, mengolah limbah, dan lain-lain sesuai jadwal yang ditetapkan.
    • Program di luar kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan satu minggu sekali dengan melakukan kegiatan berbasis lingkungan, seperti menanam, memelihara, dan mengelola lingkungan sekolah.
    • Adanya fasilitas berbasis lingkungan, seperti taman sekolah, kantin sehat, hutan sekolah atau green house.
    • Terdapat pengelolaan sampah, baik untuk membuat kompos maupun dialihfungsikan menjadi karya seni.
    • Melakukan penghematan sumber energi, seperti air dan listrik, dengan minimal menempel stiker imbauan di dekat keran air atau saklar listrik.
Dalam praktiknya, sekolah yang berpredikat Adiwiyata ini juga harus mempromosikan gerakan tersebut melalui berbagai saluran, seperti memperlihatkan kegiatan peduli lingkungan lewat akun media sosial atau terjun langsung ke masyarakat


KEGIATAN SEKOLAH BERBASIS ADIWIYATA 

Membersihkan Lingkungan Sekolah



Membersihkan Drainase



Penanaman Pohon


 

Persiapan Lahan untuk Penanaman Sayur



Merawat Taman Kelas



Kebersihan Lingkungan Kelas



Memanen Sayur 



Memanen Sayur




Pembuatan Taman di setiap Kelas





Menghias Lingkungan Kelas


Penanaman Kembali Pasca Panen Sayur


Pembersihan Selokan


Pemilahan Sampah


membersihkan halaman masjid


 

Membersihkan Hutan Sekolah



Membersihkan Rumput di Lahan Sayur



Pembuatan Pupuk Kompos





Perawatan Taman Kelas


Pemasangan Sticker Konservasi Air



Ayo Hemat air


Gerakan Sekolah Sehat


Tempat Sampah disetiap Depan Ruangan







                                                   Proses Persiapan Lahan Penanaman Sayur



                                                 Kampanye Konservasi Air

Selasa, 14 Juli 2020

PENILAIAN DIRI

Oleh: Tri Endang Purwaningsih

NIM : 2019082013

 

Penilaian dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebuah proses menghimpun fakta-fakta dan dokumen belajar peserta didik yang dapat dipercaya untuk melakukan perbaikan program apabila kegiatan penilaian tersebut terjadi sebagai bagian dari program pengajaran dan pembelajaran di kelas. Sementara itu, penilaian diri merupakan suatu metode penilaian yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil tanggung jawab terhadap belajar mereka sendiri. Kontribusi siswa untuk memulai pembelajaran dinilai melalui penilaian diri dan penilaian tman sebaya disamping penilaian guru, yang kemudian akan digabung sebagai nilai akhir sisoach, Gabe, &Madura, 1986). Dengan demikian, penilaian berbasis siswa sangat dibutuhkan dalam mendukung relevansi penilaian. Dalam penilaian sejawat, siswa menilai kemampuan siswa lain, sedangkan penilaian diri siswa menilai kemampuan mereka sendiri. Penilaian sejawat biasanya digunakan dalam mengevaluasi proyek dan presentasi prktis (McCoach et al, 1986).

Mereka diberi kesempatan untuk menilai pekerjaan dan kemampuan mereka sesuai dengan pengalaman yang mereka rasakan. Oleh karena itu, guru dapat memulai proses penilaian diri dengan kesempatan siswa untuk melakukan validasi pemikiran mereka sendiri atau jawaban-jawaban hasil pekerjaan mereka. Untuk menuntun siswa dalam memahami proses penilaian diri, guru perlu melengkapi mereka dengan lembaran self-assessment. Penilaian diri dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan tanggung jawab pada diri siswa karena penilai yang tahu persis tentang diri siswa adalah siswa sendiri dan siswa menjadi penilai yang terbaik atas hasil pekerjaannya sendiri.

Tujuan penilaian diri tidak dapat membebaskan penilaian guru, tetapi melengkapi dan menambah usaha guru untuk melakukan penilaian diri. Apabila pembelajaran sedang berlangsung, maka praktek penilaian diri berfungsi sebagai pemberi suatu kerangka pemahaman diri bagi guru dan siswa.

Beberapa alat penilaian yang digunakan untuk membantu memulai dan membangun kepercayaan guru dan siswa dalam penilaian diri dalam kaitan dengan iklim sekolah, yaitu:

 

1. Interview

Siswa dapat diminta untuk melihat kemajuan mereka untuk memahami sebuah topik dengan melakukan interviu kemudian mendengarkan hasil rekaman interviu yang mereka lakukan untuk melihat kesesuaian antara hal yang diindentifikasi dengan hal yang menjadi kriteria pembelajaran.

 

2. Jurnal

Siswa dapat diminta untuk mempelajari jurnal yang sesuai dengan apa yang dipelajari. Agar aktifitas ini berkualitas maka dilakukan bukan sebagai rutinitas. Siswa dapat termotivasi untuk menulis kemudian memberikan respons apabila apa yang mereka tulis dengan apa yang mereka pelajari.

 

3. Portfolio

Metode ini merupakan informasi penting yang sangat terkenal, hal ini akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan mengenai penilaian relatif terhadap pekerjaan mereka dan untuk mendorong mereka mengumpulkan hasil capaian mereka yang dianggap terbaik.

 

4. Pencatatan/ Rekaman

Hasil dari penilaian dicatat untuk berbagai tujuan. Guru membutuhkannya sebagai laporan kemajuan siswa kepada orang tua atau pihak lain, atau bisa digunakan untuk mengevaluasi efektifitas pembelajaran. Pada intinya semua informasi dapat disatukan dan dicatat dari evaluasi diri dan dari penilaian yang lain.


5. Penilaian Teman Sejawat

Penilaian ini termasuk dalam bagian lain karena beberapa aspek yang membedakan antara penilaian teman dan penilain diri. Salah satu keuntungan dari penilaian teman adalah turut serta membangun personaliti dan sifat sosial siswa. Siswa sebagai individu akan belajar berkomunikasi dengan teman mereka dengan cara yang bebas.

 6. Masalah Waktu

Pendahuluan dan penggunaan penilaian diri adalah salah satu cara yang harus diketahui siswa   tentang apa yang diharapkan dari mereka dan seperangkat aturan dalam kelas yang harus mereka pahami. Poster yang dituliskan dengan kalimat-kalimat tanya yang mengandung penilaian diri akan menjadi hal pertama yang terbaik, dengan berbagai pertanyaan yang diajukan pada diri mereka, misalnya

Ø  Apa yang sudah aku pelajari?

Ø  Apa yang menyenangkan dari pekerjaanku?

Ø  Kesulitan apa yang aku temui?

Ø  Bagaimana aku bisa mengembangkan ini?

 Penilaian diri dapat memberikan beberapa manfaat baik bagi siswa maupun bagi guru itu sendiri.

Keuntungan bagi siswa yaitu:

1.   Siswa menjadi bertanggung jawab terhadap belajarnya sendiri

2.   Siswa dapat menetapkan langkah – langkah berikutnya dalam belajar.

3.   Siswa merasa aman tentang sesuatu yang tidak benar.

4.   Meningkatkan harga diri siswa dan menjadi sesuatu yang positif

5.   Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

6.   Siswa menjadi lebih bebas dan termotivasi.

 

Keuntungan bagi guru yaitu:

1.   Ada suatu pergesaran tanggung jawab dari guru ke siswa

2.   Pelajaran lebih efisisen jika para siswa termotivasi dan mandiri

3.   Umpan balik membantu guru mengidentifikasi kemajuan siswa

4.   Guru dapat mengidentifikasi langkah – langkah berikutnya untuk suatu grup/ individu.

5.   Terjadi persepsi antara sisawa dan guru, siswa menjelaskan strategi maka guru mengidentifikasi proses berfikir

6.   Pelajaran lebih efisien karena membolehkan tantangan lebih besar

 Kenyataan di lapangan, banyak guru mengkalim bahwa mereka kesulitan untuk mengembangkan instrumen penilaian (diri dan sejawat) karena contoh yang tidak memadai dalam pedoman teknis (Hadi & Andrian, 2018) mereka jugamerasa kesulitan dalam mendifinisikan indikator. Hambatan-hambatanitu harus diselesaikan mengingat guru bertanggung jawab untuk menilai siswa. Berdasarkan penelitian oleh Zhang & Burry-Stock (2003), seorang guru adalah orang yang bertanggung jawab untuk menilai siswa. Oleh karena itu, guru harus meningkatkan keterampilan menilainya. Jika mereka tidak menilai siswa secara tepat, hasil penilaian pasti kurang akurat.

 

 

REFERENSI

 

Andrian, D., kartowagiran, B., & Hadi, S. (2018) Pengembangan Instrumen untuk Mengevaluasi Kurikulum Lokal di Indonesia. Internasional Journal of Instruction, 11 (4), 922-934. https://doi.org/10.12973/iji.2016.9115a

 

McCoach, DB, Gable, RK, & JP (1986).  Pengembangan Instrumen di Domain Afektif. New York: Springer.

 

Setiawan, Ari., Djemari Mardapi, Supriyoko, Dedek Andrian. 2019. Pengembangan Instrumen untuk Menilai Domain Afektif  Siswa Menggunakan Model Penilaian Diri dan Rekan. International Journal of Instruction, 12 (3)

 Sudrajat, Akhmad. 2008. Penilaian Hasil Belajar. http://akhmadsudrajat.wordpress.com

 Wahyudin, Uyu.  dkk. 2006. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: UPI PRESS

 Wijayanti, Anita. 2017. Efektivitas self assessment dan peer assessment dalam pembentukan karakter siswa. Jurnal IAIN Kediri, 15 (2)

 http://handoyothetruescout.blogspot.com/2015/07/makalah-penilaian-diri.html

 

diunggah pada web:  www.smpnegeri3grabag.sch.id


Jumat, 10 Juli 2020

KESENIAN TRADISIONAL

SMP Negeri 3 Grabag Magelang dalam rangka ikut melestarikan kesenian Tradisional iktu menampilkan beberapa Tari seperti dalam video berikut

1. Tari legong

 

2. Warokan

Kamis, 09 Juli 2020

BERBAGI ARTIKEL PENGEMBANGAN INSTRUMEN AFEKTIF



Pengirim: Tri Endang Purwaningsih.


The Development of Instrument for Assessing Students’ Affective Domain Using Self- and Peer-Assessment Models

INTRODUCTION



Many studies show that student learning is positively influenced by the assessment(Wen, Tsai, & Chang, 2006).Student learning is influenced by assessment (Foley, 2013).
Assessment informs students about their abilities, strengths and weaknesses of students and shows the strategies used for the learning process(Gullickson, 2007). Active involvement of students in the learning process is an important requirement in the assessment(van Gennip, Segers, & Tillema, 2010). Assessment is used as a means to obtain information about student learning progress, the learning process, and improve student learning outcomes(Pandra & Mardapi, 2017). Assessment is used to investigate what is already known and can be done by students and to make decisions about achieving the expected goals(Baird, Andrich, Hopfenbeck, & Stobart, 2017).
Primary education serves as the main foundation and social environment in building children’s affective domain (social behaviors). In other words, the basic foundation to build such behavior is done in this stage. It is due to the quite long years of studying in primary school. This is also because social behavior is a part of learning result(McCoach et al., 1986). The instilling of the behavior can be done through the curriculum design, learning process and the appropriate assessment.
Based on the information collected, the researcher found that the instrument of affective domain is limited. The existing instruments do not cover all the aspects suggested in the core competence of the curriculum. Besides, the assessment uses only one type of method or model.
The research problem is limited to the development of instrument for assessing affective aspects covering honest, discipline, responsible, polite, caring and confident using self- assessment (SA) and peer-assessment (PA) models. The aim of the problem limitation to make the research focused and applicable based on the proposed limitation.

METHOD

This research aims to develop instrument for assessing primary students’ affective domain using SA and PA models. The instrument developed was in non-test form. The development of the instrument covered some components; they are honest, disciplined, responsible, polite, caring and confident. In developing the instrument the researcher employed McCoach et al., (1986) modified procedures which cover 13 steps.

Sample and sampling Technique
The sample used in this research was elementary student in Yogyakarta Province. The sampling technique used in this research was cluster random sampling. The sampling process done by taking some of district randomly, then taking some ofschools randomly and taking elementary student randomly.

Instrument
The instrument used in this research is a questionnaire. The questionnaires that have been developed are then validated by experts. The questionnaires consists of Affective Domain using self-assessment (SA) and peer-assessment (PA) models employs the modified model of development by Mccoach.

Data Analysis Technique
The analysis covered items validation using CFA and LISREL8.80(Jöreskog, Olsson, & Wallentin, 2016). This was done to get the amount of the valid items. To measure the reliability of the developed instrument, cronbach alpha was employed, while the reliability coefficient was measured using SPSS 20.0.

Findings and discussion
The development of instruments for assessing affective domain which employed Mccoach approach has resulted instrument construct for assessing students’ affective domain, covering honest, disciplined, responsible, polite, caring, and confident. The result has served as the initial or early step for developing affective domain instrument. Questionnaires were used as the form of development, employing self- and peer- assessment models.
 The result showed all of the indicators and items had Aiken index which ranged from 0,750-1,000. The result showed that the value is >0,7 which means the indicators and items proposed were all valid (Heri Retnawati, 2016). Aiken index was chosen because of its accuracy in revealing the content validity of an instrument. On the PA-based model of instrument, the result is:  Chi-Square  = 151,55, df = 126, P-value = 0,06015, Root RMSEA = 0,034. On the items estimation, the value of loading factor was 0,31-0,99 (>0,30) which means that the items in the instruments based on SA and PA are valid. The instruments reliability reached 0,788-0,886 which means that all the instruments developed were valid. 

Conclusion
Based on the discussion, it can be concluded as follows: construct of the assessment instrument for affective domain which covered honest, disciplined, responsible, polite, caring, and confident was developed in 2 models: self assessment (SA) and peer assessment (PA). The further research is expected to be able to find the new indicator about peer-assessment and self-assessment through more in-dept research using qualitative research.

Sumber: Ari Setiawan (UST), Djemari Mardapi (UNY), Supriyoko (UST), Dedek Andrian (Univ Riau).

REFERENCES

Andrian, D., Kartowagiran, B., & Hadi, S. (2018). The Instrument Development to Evaluate Local Curriculum in Indonesia. International Journal of Instruction, 11(4), 922–934. https://doi.org/10.12973/iji.2016.9115a

Baird, J. A., Andrich, D., Hopfenbeck, T. N., & Stobart, G. (2017). Assessment and learning: fields apart? Assessment in Education: Principles, Policy and Practice, 24(3), 317–350. https://doi.org/10.1080/0969594X.2017.1319337

Burton, L. J., & Mazerolle, S. M. (2011). Survey Instrument Validity Part I: Principles of Survey Instrument Development and Validation in Athletic Training Education Research. Journal of Athletic Training Education, 6(1), 27–35.

Dwyer, C. A. (1998). Assessment and Classroom Learning: theory and practice. Assessment in Education: Principles, Policy & Practice (Vol. 5). https://doi.org/10.1080/0969595980050109

Evans, R., Elwyn, G., & Edwards, A. (2004). Learning in practice Review of instruments for peer assessment of physicians, 328(May), 1–5.

Foley, S. (2013). Student views of peer assessment at the International School of Lausanne. Journal of Research in International Education, 12(3), 201–213. https://doi.org/10.1177/1475240913509766

Gullickson, A. M. (2007). Review of Practical Assessment, Research, & Evaluation, Volume 10. Journal of MultiDisciplinary Evaluation, 3(4), 199–203.

Hadi, S., & Andrian, D. (2018). 2018. The New Educational Review, 53(3), 250–260.

Jöreskog, K. G., Olsson, U. H., & Wallentin, F. Y. (2016). Multivariate Analysis with LISREL. Switzerland: Springer. https://doi.org/10.1080/00210860108702002

Kanioglou, A., Tsorbatzoudis, H., & Barkoukis, V. (2005). Socialization and Behavioral Problems of Elementary School Pupils With Developmental Coordination Disorder. Perceptual and Motor Skills, 101, 163–173.

Kritikos, V. S., Woulfe, J., Sukkar, M. B., & Saini, B. (2011). Intergroup peer assessment in problem-based learning tutorials for undergraduate Pharmacy students. American   Journal                                   of                 Pharmaceutical                    Education,        75(4). https://doi.org/10.5688/ajpe75473

Logan, B., & Ed, D. (2015). Reviewing the value of self-assessments: Do they matter in the classroom ? Research in Higher Education Journal, 29(September), 1–11. McCoach, D. B., Gable, R. K., & Madura, J. P. (1986). Instrument Development in the Affective Domain. New York: Springer.

Mistar, J. (2011). A Study of the Validity and Reliability of Self-Assessment. TEFLIN Journal, 22(1), 45–58. https://doi.org/10.15639/TEFLINJOURNAL.V22I1/45-58

Noonan, B., & Duncan, C. R. (2005). Peer and Self-Assessment in High Schools. Practical Assessment, Research and Evaluation, 10(17), 1–8. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.biopha.2017.09.089

Nunnally, J. C., & Bernstein, I. H. (1994). Psychometric Theory. New York: Tata McGraw-Hill Publishing Co. Ltd.

Pandra, V., & Mardapi, D. (2017). Development of Mathematics Achievement Test for Third Grade Students at Elementary School in Indonesia. International Electronik Journal of Mathematics Education, 12(8), 769–776.

Ross, J. A. (2006). The reliability, validity, and utility of self-assessment. Practical Assessment, Research & Evaluation, 11(10), 1–13.

Sluijsmans*, D. M. A., & George Moerkerke*, J. J. G. van M. and F. J. R. C. D. (2001). Studies in Educational Evaluation IN PROBLEM BASED LEARNING. Studies in Educational Evaluation, 27(1), 153–173.

Stiggins, Richard, J. (1999). Assessment , Studen Confidence , and Scho. The Phi Delta Kappan, 81(3), 191–198.

Tooth, J. A., Nielsen, S., & Armstrong, H. (2013). Coaching effectiveness survey instruments: Taking stock of measuring the immeasurable. Coaching, 6(2), 137–151. https://doi.org/10.1080/17521882.2013.802365

van Gennip, N. A. E., Segers, M. S. R., & Tillema, H. H. (2010). Peer assessment as a collaborative learning activity: The role of interpersonal variables and conceptions. Learning                                         and                Instruction,               20(4),               280–290. https://doi.org/10.1016/j.learninstruc.2009.08.010

Wen, M. L., Tsai, C. C., & Chang, C. Y. (2006). Attitudes towards peer assessment: A comparison of the perspectives of preservice and inservice teachers. Innovations in Education                                    and          Teaching         International,         43(1),          83–92. https://doi.org/10.1080/14703290500467640

Wright, P. M., & Craig, M. W. (2011). Tool for assessing responsibility-based education (TARE): Instrument development, content validity, and inter-rater reliability. Measurement in Physical Education and Exercise Science, 15(3), 204–219. https://doi.org/10.1080/1091367X.2011.590084